PEMASANGAN
INFUS
1. JENIS TINDAKAN
Pemasangan infus merupakan tindakan keperawatan yang
dilakukan pada pasien dengan cara memasukan cairan melalui intra vena (pembuluh
balik ) melai transkutan dengan stilet tajam yang kaku seperti angiokateler
atau dengan jarum yang di sambungkan. Dan yang
dimaksud dengan pemberian cairan intravena adalah memasukan cairan atau obat
langsung kedalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan
menggunakan infus set ( Potter, 2005 ).
2. TEORI YANG MENDASARI
Sasaran pemberian cairan intra vena (IV) adalah untuk
memperbaiki atau mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau memberi
terapi medikasi IV. Bila perawat
memberikan terapi IV atau memberikan medikasi IV, ketentuan ”five right” dan pemberian obat pada prosedur
ini. Pemberian cairan intravena menuntut perawat mengetahui bagaimana memulai
terapi intravena, memberikan cairan intravena dengan benar dan mempertahankan
sistem intravena.
Terapi intra vena
Terapi cairan intravena memberikan cairan tambahan yang
mengandung komponen tertentu yang diperlukan tubuh terus-menerus selama periode
tertentu. Cairan bisa bersifat isotonis (NaCl 0,9 %, Dektrose 5% dalam air,
Ringer lactat dll), hipotonis (NaCl 0,5%), atau hipertonis (Dekstrose 10% dalam
NaCl, Dekstrose 10 % dalam air, Dekstrosa 20 % dalam air.
Kriteria Pemilihan Pembuluh darah
1.
Gunakan cabang vena distal (vena bagian proksimal yang
berukuran lebih besar akan bermanfaat untuk keadaan darurat).
2.
Pilihan vena
a.
Vena metakarpal (memudahkan pergerakan tangan).
b.
Vena basilika atau sefalika.
c.
Vena fossa antekubital, mediana, basilika, atau sefalika
untuk pemasangan infus yang singkat saja.
3.
Pada klien dewasa, vena yang terdapat pada ekstrimitas
bagian bawah hanya digunakan sebagai pilihan terakhir.
Tujuan utama pemasangan infus:
a.
Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh cairan
elektrolit, vitamin, protein, kalori dan nitrogen. Pada klien yang tidak mampu
mempertahankan masukan yang adekuat melalui mulut.
b.
Memulihkan keseimbangan asam-asam.
c.
Memulihkan volume darah dan,
d.
Menyediakan saluran terbuka untuk pemberian obat-obatan.
e.
Memonitor tekanan vena sentral (CVP).
f.
Memberikan
nutrisi pada saat sistem pencernaan ketika diistirahatkan.
Cara mengatur kecepatan tetesan :
Supaya
masuknya cairan sesuai dengan kebutuhan yang dijadwalkan, pemberian cairan
infus harus dihitung jumlah tetesan per menitnya. Untuk menghitung jumlah
milliliter cairan yang masuk tiap jam dapat dihitung dengan rumus :
mL
per jam = tetesan per menit x faktor tetesan
faktor tetesan = 60/w
w = jumlah tetesan yang dikeluarkan oleh infus set
untuk mengeluarkan 1 mL cairan
Misalnya :
Infus
set dapat mengeluarkan 1 mL cairan dalam 15 tetesan, berarti faktor tetesan =
60/15 = 4. Jadi bila infus set tersebut
memberikan cairan dengan kecepatan 25 tetes per menit berarti cairan yang masuk
sebanyak 25 x 4 = 100 mL per jam.
Bila
dalam infus set tidak disebutkan jumlah
tetesan per mL berarti faktor tetesannya = 4.
Penghitungan
jumlah tetesan per menit secara sederhana adalah :
Tetesan/menit
(normal) = jumlah cairan yang akan diberikan (mL)
Lamanya infus akan diberikan (jam) x 3
Tetesan/menit
(mikro) = jumlah cairan yang akan diberikan (mL)
Lamanya infus
akan diberikan (jam)
Pemilihan
cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit,
dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan
menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena
atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam
penanganan dan perawatan pasien. Berbagai cairan mempunyai manfaat dan tujuan
yang berbeda-beda. Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi
dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat
tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang
adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18--24 jam
sesudah cedera luka bakar. Larutan parenteral pada syok hipovolemik
diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid
cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara
lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan
sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut
dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.
Larutan
NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan
hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan
isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan
dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia
dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam
larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti
kehilangan cairan insensibel. Ringer asetat memiliki profil serupa dengan
Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian
kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan
tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai
cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat
seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer
Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi
bikarbonat. Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi
untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan
harian. Total cairan tubuh bervariasi menurut umur, berat badan dan jenis
kelamin. Lemak tubuh juga berpengaruh terhadap cairan, semakin banyak lemak,
semakin kurang cairannya. Ada dua bahan yang terlarut di dalam cairan tubuh
yaitu elektrolit dan non-elektrolit.
Tempat insersi
jarum infus Secara umum ada beberapa tempat untuk
insersi jarum infus pada pemasangan infus yaitu :
a. Venapunctur perifer
1.
vena
mediana kubiti
2.
vena
sefalika
3.
vena
basilika
4.
vena
dorsalis pedis
b. Venapunctur central
1.
vena
femoralis
2.
vena
jugularis internal
3. vena subklavia.
Tipe-tipe
cairan:
1. Isotonik : Suatu cairan yang memiliki tekanan osmotik yang
sama dengan yang ada didalam plasma.
a. NaCI normal 0,9 %
b. Ringer laktat
c. Komponen -komponen
darah (albumin 5 %, plasma)
d. Dextrose 5 % dalam air (D 5 W)
2. Hipotonik : Suatu larutan yang memiliki tekanan osmotik yang
lebih kecil daripada yang ada didalam plasma darah. Pemberian cairan ini
umumnya menyebabkan dilusi konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk
kedalam sel untuk memperbaiki keseimbangan di intrasel dan ekstrasel, sel-sel
tersebut akan membesar atau membengkak.
a. Dextrose 2,5 % dalam NaCI 0,45 %
b. NaCI 0,45%
c. NaCI 0,2 %
3. Hipertonik : Suatu larutan yang memiliki tekanan osmotik yang
lebih tinggi daripada yang ada di dalam plasma darah. Pemberian cairan ini
meningkatkan konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk kedalam sel
untuk memperbaiki keseimbangan osmotik, sel kemudian akan menyusut.
a. Dextrose 5 % dalam
NaCI 0,9 %
b. Dextrose 5 % dalam
NaCI 0,45 % ( hanya sedikit hipertonis karena dextrose dengan cepat
dimetabolisme dan hanya sementara mempengaruhi tekanan osmotik).
c. Dextrose 10 % dalam
air
d. Dextrose 20 % dalam
air
e. NaCI 3% dan 5%
f. Larutan
hiperalimentasi
g. Dextrose 5 % dalam
ringer laktat
h. Albumin 25
Kegagalan
pemberian infus
Beberapa keadaan
yang mengakibatkan kegagalan dalam pemberian cairan perinfus antara lain :
1. jarum infus tidak
tepat masuk vena (ekstravasasi)
2. pipa infus tersumbat
(karena jendalan darah atau terlipat)
3. pipa penyalur udara
tak berfungsi
4. jarum infus atau
vena terjepit karena posisi lengan fleksi
5. jarum infus bergeser atau menusuk ke luar vena
Komposisi
Cairan
a. Larutan NaCl, berisi air dan elektrolit (Na+, Cl -),
b. Larutan Dextrose, berisi air atau garam dan
kalori
c. Ringer laktat, berisi air dan elektrolit (Na+, K-, Cl -, Ca++,
laktat)
d. Balans
isotonik, isi bervariasi : air, elektrolit, kalori ( Na+, . K Mg
CI-.HCO3-.glukonat).
e. Whole blood (darah
lengkap) dan komponen darah.
f. Plasma expanders, berisi albumin, dextran, fraksi protein plasma 5 %
plasmanat), hespan yang dapat meningkatkan tekanan osmotik, menarik cairan dari
interstisiall kedalam sirkulasi dan meningkatkan volume darah sementara.
g. Hiperalimentasi parenteral (cairan, elektrolit, asam amino, dan
kalori).
Hal-hal yang
harus diperhatikan dengan tipe-tipe infus tersebut:
1. D5W (Dektrose 5% in
Water)
a. Digunakan untuk menggantikan air ( cairan
hipotonik) yang hilang, memberikan suplai kalori, juga dapat dibarengi dengan
pemberian obat-obatan atau berfungsi untuk mempertahankan vena dalam keadaan
terbuka dengan infus tersebut
b. Hati-hati terhadap terjadinya intoksikasi
cairan (hiponatremia, sindroma pelepasan hormon antidiuretik yang tidak
semestinya). Jangan digunakan dalam waktu yang
bersamaan dengan pemberian transfusi ( darah atau komponen darah).
2. NaCI 0,9%
a. Digunakan untuk menggantikan garam ( cairan
isotonik) yang hilang, diberikan dengan komponen darah, atau untuk pasien dalam
kondisi syok hemodinamik
b. Hati-hati terhadap kelebihan volume isotonik (
misal: gagal jantung, gagal ginjal).
3. Ringer
laktat Digunakan untuk menggantikan cairan isotonik yang hilang, elektrolit
tertentu, dan untuk mengatasi asidosis metabolik tingkat sedang.
Tipe - tipe
pemberian terapi intravena:
A. IV push
IV push (IV
bolus), adalah memberikan obat dari jarum sunfik secara langsung ke dalam
saluran /jalan infus. Indikasi
1. Pada keadaan emergency resusitasi jantung paru,
memungkinkan pemberian obat langsung ke dalam intravena.
2. Untuk mendapat respon yang cepat terhadap pemberian obat (
furosemid, digoksin).
3. Untuk memasukkan dosis obat dalam jumlah besar secara terus
menerus melalui infus (lidocain, xylocain).
4. Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi
kebutuhan akan injeksi intramuskuler.
5. Untuk mencegah masalah yang mungkin timbul apabila beberapa obat
dicampur dalam satu botol.
6. Untuk memasukkan obat yang tidak dapat diberikan secara oral (
misal: pada pasien koma) atau intramuskuler ( misal: pasien dengan gangguan
koagulasi).
Hal-hal yang
harus diperhatikan dan direkomendasikan
1. Sebelum
pemberian obat:
a. Pastikan bahwa obat
sesuai dengan standar medik.
b. Larutkan obat sesuai indikasi. Banyak obat yang dapat mengiritasi
vena dan memerlukan pengeceran yang sesuai.
c. Pastikan kecepatan
pemberiannya dengan benar,
d. Jika akan memberikan obat melalui selang infus yang sama, akan
lebih baik jika dilakukan pembilasan teriebih dahulu dengan cairan fisiologis
(Na Cl 0,9 %).
e. Kaji kondisi pasien
dan toleransinya terhadap obat yang diberikan.
f. Kaji kepatenan jalan
infus dengan mengetahut keberadaan dari aliran darah.
1. Perlahankan kecepatan infus.
2. Lakukan aspirasi dengan jarum suntik sebelum memasukkan obat.
3. Tekan selang infus secara perlahan.
g. Perhatikan waktu pemasangan infus. Ganti tempat pemasangan infus
apabila terdapat tanda-tanda komplikasi (misalnya: plebitis, ektravasasi, dll)
2. Perhatikan
respon pasien terhadap obat.
a. Adakah efek samping
mayor yang timbul (anaphilaksis, respiratory distress, takhikardi, bradikardi,
atau kejang)
b. Adakah efek samping
minor yang timbul (mual, pucat, kulit kemerahan, atau bingung)
c. Hentikan pengobatan dan konsultasikan ke dokter apabila terjadi
hal-hal tersebut.
B. Continous Infusion (infus berlanjut) menggunakan alat kontrol.
Continous
Infusion dapat diberikan secara tradisional
melalui cairan yang digantung, dengan atau tanpa pengatur kecepatan aliran.
Infus melalui intravena, intra arteri, dan intra thecal (spinal) dapat
dilengkapi dengan menggunakan pompa khusus yang ditanam maupun yang ekstemal.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan :
A. Keuntungan
1. Mampu untuk menginfus cairan dalam jumlah besar dan kecil dengan
akurat.
2. Adanya alarm menandakan adanya masalah seperti adanya
udara di selang infus atau adanya penyubatan.
3. Mengurangi waktu perawatan untuk memastikan kecepatan aliran
infus.
B. Kerugian
1. Memerlukan selang khusus.
2. Biaya lebih mahal.
3. Pompa infus akan dilanjutkan untuk menginfus kecuali ada infiltrasi.
C. Infus sementara (intermittent infusions)
Infus sementara
dapat diberikan melalui" heparin lock", "piggybag" untuk
infus yang kontinu, atau untuk terapi jangka panjang melalui perangkat infus.
3. INDIKASI
a) Pada seseorang dengan penyakit berat,
pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah.
Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga
memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering
terjadi, meskipun pemberian antibiotika intravena hanya diindikasikan pada
infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa melihat
derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa melalui mulut) pada kebanyakan
pasien dirawat di RS dengan infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika
intravena, dan lebih menguntungkan dari segi kemudahan administrasi RS, biaya
perawatan, dan lamanya perawatan.
b) Obat tersebut memiliki bioavailabilitas
oral (efektivitas dalam darah jika dimasukkan melalui mulut) yang terbatas.
Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat suntik). Misalnya
antibiotika golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya “polications” dan
sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di
usus hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam
pembuluh darah langsung.
c) Pasien tidak dapat minum obat karena
muntah, atau memang tidak dapat menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna
atas). Pada keadaan seperti ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur
lain seperti rektal (anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah
kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot).
d) Kesadaran menurun dan berisiko terjadi
aspirasi (tersedak—obat masuk ke pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur
lain dipertimbangkan.
e) Kadar puncak obat dalam darah perlu
segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke
pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai.
Misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada
penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian
antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak
antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar
adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.
f) Pemberian cairan intravena (intravenous
fluids).
g) Pemberian nutrisi parenteral (langsung
masuk ke dalam darah) dalam jumlah terbatas.
h) Pemberian kantong darah dan produk
darah.
i)
Pemberian
obat yang terus-menerus (kontinyu).
j)
Upaya
profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar
dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika
terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)
k) Upaya profilaksis pada pasien-pasien
yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok
(mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak
dapat dipasang jalur infus.
4. KONTRA INDIKASI
Ø Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi
di lokasi pemasangan infus.
Ø Daerah lengan bawah pada pasien gagal
ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena
(A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah).
Ø Obat-obatan yang berpotensi iritan
terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh
vena di tungkai dan kaki).
5. PERSIAPAN ALAT
a.
Standar infus
b.
Ciran infus dan infus set sesuai kebutuhan
c.
Jarum / wings needle / abocath sesuai dengan ukuran yang
dibutuhkan
d.
Bidai / alas infus
e.
Perlak dan tourniquet
f.
Plester dan gunting
g.
Bengkok
h.
Sarung tangan bersih
i.
Kassa seteril
j.
Kapas alkohol dalam tempatnya
k. Bethadin dalam tempatnya
6. PROSEDUR
1) Memperkenalkan diri
2) Memberitahu dan menjelaskan tujuan
tindakan
3) Meminta kesediaan pasien untuk di rawat
4) Atur posisi yang nyaman bagi klien
5) Ciptakan lingkungan yang tenang dan aman
6) Gunakan sketsel saat melakukan prosedur
7) Membawa alat ke dekat pasien
8) Membuka daerah yang akan dipasang infus
9) Memasang alas dibawah anggota badan yang
akan dipasang infus
10) Membuka set infus dan meletakkannya pada
bak instrumen steril
11) Menusukkan jarum set infus ke dalam
botol infus kemudian mengalirkan cairan ke selang infus berakhir di bengkok
untuk mengeluarkan udara dan mengisi selang infus
12) Isi tempat tetesan infus kurang lebih
separuhnya
13) Pastikan roller selang infus dalam
keadaan menutup (ke arah bawah)
14) Menggantungkan selang infus pada standar
infus
15) Buka abocath dari bungkusnya
16) Pilih pembuluh darah yang akan dipasang
infus, dengan syarat : pembuluh darah berukuran besar, pembuluh darah tidak bercabang,
pembuluh darah tidak di area persendian
17) Mencuci tangan
18) Memakai sarung tangan
19) Bendung bagian proksimal/atas dari
pembuluh darah yang akan dipasang infus dengan torniquet
20) Minta pasien menggenggamkan tangan,
dengn ibu jari pasien di dalam genggaman
21) Mendesinfeksi daerah yang akan dipasang
infus
22) Menusukkan jarum infus ke vena dengan
lubang jarum menghadap keatas. Pastikan darah mengaliri jarum dan abocath. Jika
belum teraliri oleh darah, temukan pembuluh darah sampai darah mengaliri jarum
dan abocath
23) Tourniket dilepas bila darah sudah masuk
24) Lepas jarum sambil meninggalkan abocath
di dalam pembuluh darah
25) Tekan pangkal abocath untuk mencegah
darah keluar dan masukkan ujung sela infus set ke abocath
26) Fixasi secara menyilang menggunakan
plester abocath yang sudah terpasang
27) Alirkan cairan dari botol ke pembuluh
darah dengan membuka roller. Bila tetesan lancar, jarum masuk di pembuluh darah
yang benar
28) Fixasi dengan cara kupu-kupu. Meletakkan
plester dengan cara terbalik di bawah selang infus, kemudian disilangkan
29) Menutup jarum dan tempat tusukan dengan
kassa steril dan diplester
30) Mengatur/menghitung jumlah tetesan
31) Mengatur posisi pada anggota tubuh yang
diinfus bila perlu diberi spalk
32) Menuliskan tanggal pemasangan infus pada
plester terakhir
33) Merapikan alat dan pasien
34) Melepas sarung tangan dan mencuci tangan
7. DAFTAR PUSTAKA