Minggu, 15 November 2015

Penanganan atau Pengobatan Kanker Paru-Paru

Penanganan atau Pengobatan Kanker Paru-Paru


Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit ganas yang mampu mengakibatkan kematian bagi penderitanya. Kanker juga dapat menyerang untuk laki-laki dan perempuan tanpa adanya batasan usia. Oleh karena itu pasien yang menderita penyakit kanker para-paru  memerlukan penanganan atau tindakan yang cepat dan terarah. Dengan demikan para pasien yang menderita penyakit paru mampu menerima penyakit yang di hadapinya serta meningkatkan kualitas massa hidupnya.
Salah satu peyebab terjadinya kanker paru-paru adalah dengan adanya efusi pleura atau yang disebut dengan adanya pemumpukan cairan di daerah sekitar paru-paru. Dimana apabila terjadi hal tersebut akan membuat pasien mengalami gangguan sesak nafas sehingga akan mempegaruhi kondisi kesehatannya semakin memburuk. Akibanya dapat mengancam nyawa hidup pasien itu sendiri (5). Apabila efusi pleura tersebut terjadi maka akan adanya penumpukan sel tumor yang akan meningkatkan permeabilitas pleura terhadap air dan protein, lalu masa tumor akan aliran pembuluh darah vena dan getah beningpun tersumbat, sehingga akan terjadi perpindahan kegagalan rongga pleura ke dalam cairan dan protein. Selain itu juga terdapat penumpukan eksudat di dalam rongga pleura yang di akibatkan karena adanya gangguan reabsorsi cairan pleura memalui obstruksi lairan limfe mediastinum yang mengalir ke cairan pleura parietal (5).
Setelah mengetahui salah satu penyebab terjadinya kanker paru-paru, maka terdapat beberapa penangan yang dapat dilakukan untuk pasien yang menderita penyakit kanker paru-paru. Diantaranya adalah adanya penanganan Combined Modality Terapy (multi-modality-terapi). Seperti halnya yaitu dengan adanya pembedahan ketika di indikasi kanker paru-paru yang dimiliki ketika KPKBSK stadium I dan II. Misalnya melakukan kemoterapi neuoadjuvan untuk KPKBSK pada stadium IIIA. Selain itu ketika adanya kegawat daruratan maka dapat dilakukan denganintervesi bedah, misalnya kanker paru dengan sindroma vena kava superior berat (4).
Lalu kanker juga dapat di obati dengan radioterapi, yang mana radioterapi sendiri termasuk dalam terapi kuratif dan paliatif. Radioterapi berperan cukup besar pada penatalaksanaan kanker paru primer sebagai terapi kombinasi dengan pembedahan dan kemoterapi. Misalnya melakukan radioterapi pada saat kemoterapi neoadjuvan untuk KPKBSK stadium IIIA. Selanjutnya yang dapat pasien lakukan adalah dengan cara kemoterapi walaupun pada dasarnya kemoterapi adalah hal yang umum dilakukan untuk para pasien penderita kanker. Hal yang dilakukan ketika kemoterapi yaitu dengan pemberian obat anti kanker entah itu dengan 1 jenis obat ataupun dengan menggunakan beberapa macam obat dalam kombinasi regimen kemoterapi (4).
Selain dengan adanya pengobatan dengan berbagai macam terapi ada cara lain yaitu dengan menggunakan tanaman tradisional seperti mahkota dewa (Phaleria Macrocarpa  yang dapat digunakan untuk obat anti kanker. Mahkota dewa mempunyai senyawa polifenol yang dapat mempengaruhi keseluruhan proses dari karsinogenesif dengan beberapa mekanisme. Pengonsumsian mahkota dewa dapat menghambat perkembangan kanker karena polifenol dapat menimbulkan perlawanan pada peristiwa tekanan oksidatif (7).
Lalu apabila ada pasien kanker yang disebabkan oleh akibat pengonsumsian rokok. Kita sebagai perawat dapat memberikan edukasi dengan cara mengurangi jumlah konsumsi perharinya atau mengubah pengonsumsian dengan merokok non-filter untuk menyaring hasil penghisapan rokok, hal ini cara untuk menurunkan resiko mengembangkan kanker paru-paru (3). Dengan begitu para pengonsumsi rokok yang masih sulit jauh dari hisapan rokok maka dapat tetap merokok walaupun tanpa harus berhenti merokok dengan cara uang sudah di berikan kepada pengkonsumsi.
Kesimpulannya adalah bahwa penyakit kanker paru adalah salah satu faktor penyebab kematian. Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan kematian salah satunya diakibatkan dengan adanya efusi pleura karena efusi pleura mempunyai efek dapat mengakibatkan sesak nafas. Lalu ada beberapa macam jenis pengobatan diantaranya adanya pengobatan combined modality therapy seperti halnya pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Dan semua pengobatan itu tergolong dengan pengobatan kemoterapi paliatif yang bertujuan untuk mengurangi perkembangan sel yang berada didalam tubuh dan meningkatkan kualiti hidup pasien.
Selain itu juga ada pengobatan dengan cara tradisional yaitu dengan menggunakan tanaman mahkota dewa. Karena mahkota dewa mempunyai senyawa yang mengandung polifenol untuk menimbulkan perlawanan pada peristiwa tekanan oksidatif sehingga dapat menjadi obat anti kanker. Dan bagi pasien kanker paru karena merokok dapat dilakukan terapi dan mengurangi hisapan rokok per harinya atau beralih merokok ke non-filter.



DAFTAR PUSTAKA
1.      Travis, William D; Brambilla Elisabeth etc. 2011. International Association for the Study of Lung Cancer/American Thoracic Socienty/European Respiratory Society International Multidisciplinary Classification of Lung Adenocardicinoma. Volume 6 Nomor 2.
2.      Cella, David F; Bonomi, Amy E etc. 1995. Realibility and Validity of the Functional Assessment of Cancer Therapy Lung (FACT-L) Quality of Live Instrument. Lung Cancer 12 (1995) 199-220.
3.      ISSN. 2012. The New Language of lung Cancer.Lung Cancer Manage.(2012) 1(1, 1-2.
4.      Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Kanker Paru.Pdf.
5.      Suprijono, Agus; Chodidjah dkk. Kanker Paru Merupakan Faktor Risiko Terjadinya Efusi Pleura di Rumah Sakit Dr Moewardi Surakarta. Pdf.
6.      Jusuf, Anwar; Syahruddin, Elisna.Kemoterapi Kanker Paru. Pdf

7.      Watuguly, Theopilus; Thahjono dkk. 2012. Induksi Polifenol Mahkota Dewa dan Apoptosis Sel Kanker Paru Mencit Strain Balb/C: Analisis pada Up-Regulation Bax dan Down-Regulation Bcl-2.Volume 46, Nomor 1, Tahun 2012.

Minggu, 01 November 2015

CARA PEMASANGAN INFUS







PEMASANGAN INFUS

1.      JENIS TINDAKAN
Pemasangan infus merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan cara memasukan cairan melalui intra vena (pembuluh balik ) melai transkutan dengan stilet tajam yang kaku seperti angiokateler atau dengan jarum yang di sambungkan. Dan yang dimaksud dengan pemberian cairan intravena adalah memasukan cairan atau obat langsung kedalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set ( Potter, 2005 ).


2.      TEORI YANG MENDASARI
Sasaran pemberian cairan intra vena (IV) adalah untuk memperbaiki atau mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau memberi terapi medikasi IV. Bila perawat memberikan terapi IV atau memberikan medikasi IV, ketentuan ”five right” dan pemberian obat pada prosedur ini. Pemberian cairan intravena menuntut perawat mengetahui bagaimana memulai terapi intravena, memberikan cairan intravena dengan benar dan mempertahankan sistem intravena.

Terapi intra vena
Terapi cairan intravena memberikan cairan tambahan yang mengandung komponen tertentu yang diperlukan tubuh terus-menerus selama periode tertentu. Cairan bisa bersifat isotonis (NaCl 0,9 %, Dektrose 5% dalam air, Ringer lactat dll), hipotonis (NaCl 0,5%), atau hipertonis (Dekstrose 10% dalam NaCl, Dekstrose 10 % dalam air, Dekstrosa 20 % dalam air.

Kriteria Pemilihan Pembuluh darah
1.      Gunakan cabang vena distal (vena bagian proksimal yang berukuran lebih besar akan bermanfaat untuk keadaan darurat).
2.      Pilihan vena
a.       Vena metakarpal (memudahkan pergerakan tangan).
b.      Vena basilika atau sefalika.
c.       Vena fossa antekubital, mediana, basilika, atau sefalika untuk pemasangan infus yang singkat saja.
3.      Pada klien dewasa, vena yang terdapat pada ekstrimitas bagian bawah hanya digunakan sebagai pilihan terakhir.

Tujuan utama pemasangan infus:
a.       Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh cairan elektrolit, vitamin, protein, kalori dan nitrogen. Pada klien yang tidak mampu mempertahankan masukan yang adekuat melalui mulut.
b.      Memulihkan keseimbangan asam-asam.
c.       Memulihkan volume darah dan,
d.      Menyediakan saluran terbuka untuk pemberian obat-obatan.
e.        Memonitor tekanan vena sentral (CVP).
f.       Memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan ketika diistirahatkan.


Cara mengatur kecepatan tetesan :
            Supaya masuknya cairan sesuai dengan kebutuhan yang dijadwalkan, pemberian cairan infus harus dihitung jumlah tetesan per menitnya. Untuk menghitung jumlah milliliter cairan yang masuk tiap jam dapat dihitung dengan rumus :
            mL per jam = tetesan per menit x faktor tetesan
faktor tetesan = 60/w
w = jumlah tetesan yang dikeluarkan oleh infus set untuk mengeluarkan 1 mL cairan

Misalnya :
            Infus set dapat mengeluarkan 1 mL cairan dalam 15 tetesan, berarti faktor tetesan = 60/15 = 4. Jadi bila infus set  tersebut memberikan cairan dengan kecepatan 25 tetes per menit berarti cairan yang masuk sebanyak 25 x 4 = 100 mL per jam.

Bila dalam infus set  tidak disebutkan jumlah tetesan per mL berarti faktor tetesannya = 4.
Penghitungan jumlah tetesan per menit secara sederhana adalah :

Tetesan/menit (normal) = jumlah cairan yang akan diberikan (mL)
                                           Lamanya infus akan diberikan (jam) x 3

Tetesan/menit (mikro) = jumlah cairan yang akan diberikan (mL)
                                          Lamanya infus akan diberikan (jam)

Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien. Berbagai cairan mempunyai manfaat dan tujuan yang berbeda-beda. Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18--24 jam sesudah cedera luka bakar. Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel. Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat. Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian. Total cairan tubuh bervariasi menurut umur, berat badan dan jenis kelamin. Lemak tubuh juga berpengaruh terhadap cairan, semakin banyak lemak, semakin kurang cairannya. Ada dua bahan yang terlarut di dalam cairan tubuh yaitu elektrolit dan non-elektrolit.
Tempat insersi jarum infus Secara umum ada beberapa tempat untuk insersi jarum infus pada pemasangan infus yaitu :
a. Venapunctur perifer
1.            vena mediana kubiti
2.            vena sefalika
3.            vena basilika
4.            vena dorsalis pedis

b. Venapunctur central
1.      vena femoralis
2.      vena jugularis internal
3.      vena subklavia.
Tipe-tipe cairan:
1.      Isotonik : Suatu cairan yang memiliki tekanan osmotik yang sama dengan yang ada didalam plasma.
a. NaCI normal 0,9 %
b. Ringer laktat
c. Komponen -komponen darah (albumin 5 %, plasma)
d. Dextrose 5 % dalam air (D 5 W)

2.      Hipotonik : Suatu larutan yang memiliki tekanan osmotik yang lebih kecil daripada yang ada didalam plasma darah. Pemberian cairan ini umumnya menyebabkan dilusi konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk kedalam sel untuk memperbaiki keseimbangan di intrasel dan ekstrasel, sel-sel tersebut akan membesar atau membengkak.
a. Dextrose 2,5 % dalam NaCI 0,45 %
b. NaCI 0,45%
c. NaCI 0,2 %
3.      Hipertonik : Suatu larutan yang memiliki tekanan osmotik yang lebih tinggi daripada yang ada di dalam plasma darah. Pemberian cairan ini meningkatkan konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk kedalam sel untuk memperbaiki keseimbangan osmotik, sel kemudian akan menyusut.
a. Dextrose 5 % dalam NaCI 0,9 %
b. Dextrose 5 % dalam NaCI 0,45 % ( hanya sedikit hipertonis karena dextrose dengan cepat dimetabolisme dan hanya sementara mempengaruhi tekanan osmotik).
c. Dextrose 10 % dalam air
d. Dextrose 20 % dalam air
e. NaCI 3% dan 5%
f. Larutan hiperalimentasi
g. Dextrose 5 % dalam ringer laktat
h. Albumin 25



Kegagalan pemberian infus
Beberapa keadaan yang mengakibatkan kegagalan dalam pemberian cairan perinfus antara lain :
1. jarum infus tidak tepat masuk vena (ekstravasasi)
2. pipa infus tersumbat (karena jendalan darah atau terlipat)
3. pipa penyalur udara tak berfungsi
4. jarum infus atau vena terjepit karena posisi lengan fleksi
5. jarum infus bergeser atau menusuk ke luar vena

Komposisi Cairan
a.  Larutan NaCl, berisi air dan elektrolit (Na+, Cl -),
b.  Larutan Dextrose, berisi air atau garam dan kalori
c.  Ringer laktat, berisi air dan elektrolit (Na+, K-, Cl -, Ca++, laktat)
d. Balans isotonik, isi bervariasi : air, elektrolit, kalori ( Na+, . K Mg CI-.HCO3-.glukonat).
e. Whole blood (darah lengkap) dan komponen darah.
f.  Plasma expanders, berisi albumin, dextran, fraksi protein plasma 5 % plasmanat), hespan yang dapat meningkatkan tekanan osmotik, menarik cairan dari interstisiall kedalam sirkulasi dan meningkatkan volume darah sementara.
g. Hiperalimentasi parenteral (cairan, elektrolit, asam amino, dan kalori).

Hal-hal yang harus diperhatikan dengan tipe-tipe infus tersebut:

 1. D5W (Dektrose 5% in Water)
a. Digunakan untuk menggantikan air ( cairan hipotonik) yang hilang, memberikan suplai kalori, juga dapat dibarengi dengan pemberian obat-obatan atau berfungsi untuk mempertahankan vena dalam keadaan terbuka dengan infus tersebut
b. Hati-hati terhadap terjadinya intoksikasi cairan (hiponatremia, sindroma pelepasan hormon antidiuretik yang tidak semestinya). Jangan digunakan dalam waktu yang bersamaan dengan pemberian transfusi ( darah atau komponen darah).
 2. NaCI 0,9%
a. Digunakan untuk menggantikan garam ( cairan isotonik) yang hilang, diberikan dengan komponen darah, atau untuk pasien dalam kondisi syok hemodinamik
b. Hati-hati terhadap kelebihan volume isotonik ( misal: gagal jantung, gagal ginjal).
 3. Ringer laktat Digunakan untuk menggantikan cairan isotonik yang hilang, elektrolit tertentu, dan untuk mengatasi asidosis metabolik tingkat sedang.


Tipe - tipe pemberian terapi intravena:

A. IV push
IV push (IV bolus), adalah memberikan obat dari jarum sunfik secara langsung ke dalam saluran /jalan infus. Indikasi
1. Pada keadaan emergency resusitasi jantung paru, memungkinkan pemberian obat langsung ke dalam intravena.
2. Untuk mendapat respon yang cepat terhadap pemberian obat ( furosemid, digoksin).
3. Untuk memasukkan dosis obat dalam jumlah besar secara terus menerus melalui infus (lidocain, xylocain).
4. Untuk menurunkan ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi kebutuhan akan injeksi intramuskuler.
5. Untuk mencegah masalah yang mungkin timbul apabila beberapa obat dicampur dalam satu botol.
6. Untuk memasukkan obat yang tidak dapat diberikan secara oral ( misal: pada pasien koma) atau intramuskuler ( misal: pasien dengan gangguan koagulasi).

Hal-hal yang harus diperhatikan dan direkomendasikan
1. Sebelum pemberian obat:
a.  Pastikan bahwa obat sesuai dengan standar medik.
b. Larutkan obat sesuai indikasi. Banyak obat yang dapat mengiritasi vena dan memerlukan pengeceran yang sesuai.
c.  Pastikan kecepatan pemberiannya dengan benar,
d. Jika akan memberikan obat melalui selang infus yang sama, akan lebih baik jika dilakukan pembilasan teriebih dahulu dengan cairan fisiologis (Na Cl 0,9 %).
e.  Kaji kondisi pasien dan toleransinya terhadap obat yang diberikan.
f.  Kaji kepatenan jalan infus dengan mengetahut keberadaan dari aliran darah.
1. Perlahankan kecepatan infus.
2. Lakukan aspirasi dengan jarum suntik sebelum memasukkan obat.
3. Tekan selang infus secara perlahan.
g. Perhatikan waktu pemasangan infus. Ganti tempat pemasangan infus apabila terdapat tanda-tanda komplikasi (misalnya: plebitis, ektravasasi, dll)

2. Perhatikan respon pasien terhadap obat.
a. Adakah efek samping mayor yang timbul (anaphilaksis, respiratory distress, takhikardi, bradikardi, atau kejang)
b. Adakah efek samping minor yang timbul (mual, pucat, kulit kemerahan, atau bingung)
c. Hentikan pengobatan dan konsultasikan ke dokter apabila terjadi hal-hal tersebut. 
B. Continous Infusion (infus berlanjut) menggunakan alat kontrol.
Continous Infusion dapat diberikan secara tradisional melalui cairan yang digantung, dengan atau tanpa pengatur kecepatan aliran. Infus melalui intravena, intra arteri, dan intra thecal (spinal) dapat dilengkapi dengan menggunakan pompa khusus yang ditanam maupun yang ekstemal. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan :
A. Keuntungan
1. Mampu untuk menginfus cairan dalam jumlah besar dan kecil dengan akurat.
2. Adanya alarm menandakan adanya masalah seperti adanya udara di selang infus atau adanya penyubatan.
3. Mengurangi waktu perawatan untuk memastikan kecepatan aliran infus.
B. Kerugian
1. Memerlukan selang khusus.
2. Biaya lebih mahal.
3. Pompa infus akan dilanjutkan untuk menginfus kecuali ada infiltrasi.

C. Infus sementara (intermittent infusions)
Infus sementara dapat diberikan melalui" heparin lock", "piggybag" untuk infus yang kontinu, atau untuk terapi jangka panjang melalui perangkat infus.


3.      INDIKASI
a)      Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering terjadi, meskipun pemberian antibiotika intravena hanya diindikasikan pada infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa melalui mulut) pada kebanyakan pasien dirawat di RS dengan infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih menguntungkan dari segi kemudahan administrasi RS, biaya perawatan, dan lamanya perawatan.
b)      Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya “polications” dan sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung.
c)      Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot).
d)     Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak—obat masuk ke pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.
e)      Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.
f)       Pemberian cairan intravena (intravenous fluids).
g)      Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah terbatas.
h)      Pemberian kantong darah dan produk darah.
i)        Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).
j)        Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)
k)      Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.
4.      KONTRA INDIKASI
Ø  Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.
Ø  Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah).
Ø  Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).

5.      PERSIAPAN ALAT
a.       Standar infus
b.      Ciran infus dan infus set sesuai kebutuhan
c.       Jarum / wings needle / abocath sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan
d.      Bidai / alas infus
e.       Perlak dan tourniquet
f.       Plester dan gunting
g.      Bengkok
h.      Sarung tangan bersih
i.        Kassa seteril
j.        Kapas alkohol dalam tempatnya
k.      Bethadin dalam tempatnya

6.      PROSEDUR
1)      Memperkenalkan diri
2)      Memberitahu dan menjelaskan tujuan tindakan
3)      Meminta kesediaan pasien untuk di rawat
4)      Atur posisi yang nyaman bagi klien
5)      Ciptakan lingkungan yang tenang dan aman
6)      Gunakan sketsel saat melakukan prosedur
7)      Membawa alat ke dekat pasien
8)      Membuka daerah yang akan dipasang infus
9)      Memasang alas dibawah anggota badan yang akan dipasang infus
10)  Membuka set infus dan meletakkannya pada bak instrumen steril
11)  Menusukkan jarum set infus ke dalam botol infus kemudian mengalirkan cairan ke selang infus berakhir di bengkok untuk mengeluarkan udara dan mengisi selang infus
12)  Isi tempat tetesan infus kurang lebih separuhnya
13)  Pastikan roller selang infus dalam keadaan menutup (ke arah bawah)
14)  Menggantungkan selang infus pada standar infus
15)  Buka abocath dari bungkusnya
16)  Pilih pembuluh darah yang akan dipasang infus, dengan syarat : pembuluh darah berukuran besar, pembuluh darah tidak bercabang, pembuluh darah tidak di area persendian
17)  Mencuci tangan
18)  Memakai sarung tangan
19)  Bendung bagian proksimal/atas dari pembuluh darah yang akan dipasang infus dengan torniquet
20)  Minta pasien menggenggamkan tangan, dengn ibu jari pasien di dalam genggaman
21)  Mendesinfeksi daerah yang akan dipasang infus
22)  Menusukkan jarum infus ke vena dengan lubang jarum menghadap keatas. Pastikan darah mengaliri jarum dan abocath. Jika belum teraliri oleh darah, temukan pembuluh darah sampai darah mengaliri jarum dan abocath
23)  Tourniket dilepas bila darah sudah masuk
24)  Lepas jarum sambil meninggalkan abocath di dalam pembuluh darah
25)  Tekan pangkal abocath untuk mencegah darah keluar dan masukkan ujung sela infus set ke abocath
26)  Fixasi secara menyilang menggunakan plester abocath yang sudah terpasang
27)  Alirkan cairan dari botol ke pembuluh darah dengan membuka roller. Bila tetesan lancar, jarum masuk di pembuluh darah yang benar
28)  Fixasi dengan cara kupu-kupu. Meletakkan plester dengan cara terbalik di bawah selang infus, kemudian disilangkan
29)  Menutup jarum dan tempat tusukan dengan kassa steril dan diplester
30)  Mengatur/menghitung jumlah tetesan
31)  Mengatur posisi pada anggota tubuh yang diinfus bila perlu diberi spalk
32)  Menuliskan tanggal pemasangan infus pada plester terakhir
33)  Merapikan alat dan pasien
34)  Melepas sarung tangan dan mencuci tangan


7.      DAFTAR PUSTAKA






















Template by:

Free Blog Templates